Minggu, 28 Oktober 2012

Dua Puluh Delapan ke-8

Dua puluh delapan Oktober 2011


Di dua puluh delapan, kita berdua menepis ragu akan kata dia, mereka, dan yang lain.

Di dua puluh delapan, senyum kita merekah, enggan terpisah, enggan menjadi aku dan kamu.

Di dua puluh delapan, kamu merubah harian pena ku menjadi pensil warna.

Di dua puluh delapan, selain malam, biarkan ciuman ku yang bisa memejamkan matamu cukup lama.

Di dua puluh delapan, dengan hati yang sama-sama pernah patah, pernah kecewa, pernah berkali-kali berganti penghuni, aku dan kamu mengukir kita.

Dua puluh delapan pertama, jarang sekali rasanya aku memikirkanmu dengan tidak sambil tersenyum.

Dua puluh delapan kedua, aku dan kamu mulai memperlihatkan kesibukan masing-masing dalam bidang pendidikan. Sekali-dua kali terjadi kesalah-pahaman, namun selalu saja berakhir dengan senyuman.

Dua puluh delapan ketiga, saat kita pertama kali berbasah-basah ria karena kehujanan. You like a rainbow after the rain, you took my sorrow and washed all my pain.

Dua puluh delapan keempat, sifat kekanak-kanakkanku yang belum hilang sempat membuat kita ribut besar. Di saat seperti ini sempat juga membuat ku "dekat" dengan yang lain.

Dua puluh delapan kelima, siang hari saat istirahat di sekolah, aku mendapat kabar yang sangat tidak mengenakan, kamu mencoba selingkuh. Sulit dimaafkan dan susah dilupakan.

Dua puluh delapan keenam, susahnya membangun kepercayaan. Sempat terlintas untuk mengakhiri hubungan namun niat itu aku urungkan. Ingat waktu aku meminta maaf  saat menunggu lampu merah karena membuat mu habis kesabaran menunggu ku pulang sekolah? Ah, aku rindu itu.

Dua puluh delapan ketujuh, kita sepakat untuk mengakhiri hubungan ini hanya karena salah paham, tanpa mu, tenang saja, aku akan melupa karena terbiasa. Sempat berpisah namun aku dan kamu kembali menjadi kita.

Dua puluh delapan kedelapan, saat kita mulai dewasa dalam menjalani sebuah hubungan, penyakit bosan akhirnya menyerang hati kita. apa mau dikata, kita sepakat untuk mengakhiri hubungan ini, lagi.

Dua puluh delapan ke delapan, akhir dari kisah dua puluh delapan-dua puluh delapan lainnya yang belum sempat kita lalui. Jika kamu tau sesuatu akan berakhir buruk, sanggupkah kamu mengakhirinya saat semua masih terasa indah?